ArtikelBerita Surya BangkitBudaya dan PendidikanDaerahEntertaimentGlobal GrupHukum dan KriminalIndexMy BlogNasionalPemeritahanPolitikRagamRegional LampungSerba-SerbiTNI dan PolriTokohVideo

Pemprov Lampung Perkuat Pengawasan Gabah untuk Jaga Stabilitas Harga Beras

BANDARLAMPUNG–Surya bangkit com-Pemerintah Provinsi Lampung menggelar rapat koordinasi pengawasan gabah pada Senin (15/9/2025). Rapat yang berlangsung di ruang kerja Asisten Perekonomian dan Pembangunan itu dipimpin langsung oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Mulyadi Irsan, bersama sejumlah pejabat organisasi perangkat daerah (OPD) terkait dan perwakilan Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) Lampung.

Dalam keterangannya usai rapat, Mulyadi menjelaskan pengawasan gabah merupakan langkah penting untuk menjaga stabilitas harga pangan sekaligus mengendalikan inflasi daerah. Menurutnya, Lampung sebagai salah satu lumbung pangan nasional memiliki target capaian gabah kering panen tahun ini sebesar 3,5 juta ton.

“Yang menjadi perhatian adalah pemerintah daerah berkewajiban melakukan pengendalian terhadap inflasi. Inflasi daerah ini penting agar masyarakat bisa mengakses harga kebutuhan dasar, terutama beras,” ujar Mulyadi.

Ia menegaskan bahwa hilirisasi hasil pertanian harus dilakukan di daerah agar nilai tambah dapat dinikmati langsung oleh petani. Dengan begitu, kesejahteraan petani meningkat, penyerapan tenaga kerja bertambah, dan pendapatan masyarakat desa terdongkrak.

“Jika pengolahan dilakukan di Lampung, maka added value bisa diperoleh untuk mendukung kesejahteraan petani. Karena itu, hulu sampai hilir harus dijaga di daerah,” kata Mulyadi.

Pemerintah, lanjutnya, juga berkomitmen agar gabah tidak keluar dari Provinsi Lampung dalam bentuk bahan mentah. Untuk itu, jajaran Satpol PP, Dinas Perhubungan, dan Bulog diminta bersinergi melakukan pengawasan di lapangan.

“Beras ini menyangkut kepentingan masyarakat banyak. Maka kita minta pengolahan dilakukan di Lampung, bukan di luar provinsi,” ucapnya.

Mulyadi menambahkan, memang serapan Bulog Lampung terhadap gabah telah mencapai 111 persen atau sekitar 171 ribu ton. Meski demikian, gabah yang belum terserap akan tetap ditangani melalui kemitraan Bulog dengan pihak swasta dengan harga sesuai ketentuan pemerintah, yakni Rp6.500 per kilogram.

“Kita harapkan siapapun boleh membeli gabah asal pengolahannya dilakukan di Lampung. Dengan begitu, harga jual beras lebih ringan dibandingkan jika diproses di luar daerah,” ujarnya.

Dukungan terhadap kebijakan ini juga datang dari kalangan pengusaha penggilingan padi. Perwakilan Perpadi Lampung, Haris Dianto, menyatakan pihaknya mendukung langkah pemerintah yang melarang gabah keluar dari Lampung sebelum digiling.

“Kalau gabah sampai keluar provinsi, harga otomatis lebih tinggi. Di luar Lampung harga bisa mencapai Rp7.400 hingga Rp7.700 per kilogram. Kalau bahan baku sudah tinggi, harga beras untuk masyarakat ikut naik,” kata Haris.

Ia menilai pembatasan ini penting agar harga beras tetap terkendali. Menurutnya, meski petani terlihat diuntungkan dengan harga gabah tinggi, namun pada akhirnya mereka juga dirugikan ketika harus membeli beras dengan harga mahal.

“Petani tidak serta-merta senang kalau harga gabah tinggi. Kalau harga beras ikut naik, mereka juga kesulitan saat membeli. Karena itu, harus ada keseimbangan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Haris menekankan pentingnya keberadaan penggilingan padi lokal dalam menjaga ketersediaan beras. Menurutnya, jika gabah tidak digiling di Lampung, maka berbagai produk turunan seperti dedak, katul, dan menir juga hilang manfaatnya bagi masyarakat setempat.

“Kalau hasil gilingannya di Lampung, semua ikut bermanfaat. Tenaga kerja Lampung terserap, produk sampingan bisa dipakai di sini. Sementara beras hasil gilingan boleh dipasarkan bebas, bahkan ke luar negeri,” tutur Haris.

Dengan langkah ini, pemerintah berharap stabilitas harga beras di Lampung tetap terjaga. Pengawasan gabah bukan hanya menyangkut kepentingan petani, tetapi juga masyarakat luas yang sangat bergantung pada akses harga beras terjangkau.

Kebijakan tersebut sekaligus menjadi bagian dari strategi pengendalian inflasi daerah yang tengah digencarkan pemerintah provinsi. Dampaknya diharapkan terasa langsung bagi masyarakat, baik dari sisi ketersediaan pangan maupun daya beli. (***)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button