Bupati Lambar Memberhentikan Sekda Bertentangan UU ASN
Lampung Barat–Suryabangkit com–Beberapa hari ini ramai pemberitaan tentang pembwrhentian Sekda, hal ini menarik untuk kita pelajari bersama tentang UU ASN yang mengatur tentang tatacara dan mekanisme pengangkatan dan pemberhentian Pejabat ASN.
Jika mengacu kepada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, pengangkatan seseorang dan pemberhentian seorang ASN dari jabatan di lingkup pemerintah harus memenuhi ketentuan.
Berdasarkan PP Nomor 11 Tahun 2017, paragraf 5 Pemberhentian dan Jabatan Administrasi pasal 64, secara jelas aturan pemberhentian seorang ASN dari jabata
(1) PNS diberhentikan dari JA apabila:
a. mengundurkan diri dari Jabatan;
b. diberhentikan sementara sebagai PNS;
c. menjalani cuti di luar tanggungan negara;
d. menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan;
e. ditugaskan secara penuh di luar JA; atau
f. tidak memenuhi persyaratan Jabatan.
g. Perampingan struktur organisasi.
Tata Cara Pemberhentian dari Jabatan Administrasi, Pasal 65
(1) Pemberhentian dari JA diusulkan oleh Pegawai yang bersangkutan kepada PPK.
(2) PPK menetapkan keputusan pemberhentian dalam JA.Pasal 66
1) PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dapat memberikan kuasa kepada pejabat di lingkungannya untuk menetapkan pemberhentian dalam JA.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian kuasa dalam pemberhentian dari JA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Di kalangan pejabat pemerintahan, nonjob kepada seorang pejabat biasanya dilakukan oleh Kepala Daerah dengan berbagai alasan, seperti kinerja yang kurang baik, melakukan kesalahan, bahkan tidak menutup kemungkinan ada pula yang menduga banyaknya kejadian nonjob atas dasar tendensi politis.
Lantas, bagaimana sebenarnya mekanisme proses pemberian nonjob kepada seorang pejabat oleh kepala daerah ?
Nonjob ini dapat dikatakan penurunan jabatan dan masuk dalam kategori hukuman berat, dalam ketentuan tersebut, seorang PNS dapat diputuskan non job dengan syarat apabila ASN tersebut mengundurkan diri dari jabatannya, mencapai batas usia pensiun, diberhentikan dari ASN, diangkat dalam jabatan struktural lainnya, cuti diluar tanggungan negara, tugas belajar lebih dari enam bulan, adanya perampingan struktur/organisasi satuan kerja, dan tidak sehat jasmani dan rohani.
Adapun terkait pemberian nonjob kepada pejabat oleh Kepala Daerah selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) harus memiliki dasar yang kuat sesuai aturan, karena Proses nonjob atau pembebasan jabatan terhadap pejabat telah diatur mekanisme dan prosesnya dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administratif Pemerintahan.
Memang menonjobkan pejabatnya itu kewenangan Kepala Daerah, tapi kewenangan itu dibatasi oleh UU 30/2014 itu yang artinya ada mekanisme dan tatacara nya sehingga tidak melanggar aturan yang ada.
Dan untuk pemberhentian itu disebabkan oleh tidak produktif dalam hal kinerja, melampaui kewenangan, atau tidak menjalankan kewenangan, atau melakukan kesalahan yang fatal, hasil dari pemeriksaan dan temuan hal Ini bisa jadi dasar kepala daerah untuk menonjobkan pejabatnya dan menentukan jenis pelanggarannya kategori ringan, sedang atau berat.
Lebih lanjut, dalam Ketentuan Hukum Disiplin Pegawai sebagaimana di atur dalam Pasal 8 Ayat 1 huruf C PP No. 94 Tahun 2021,
Ketentuan tersebut mengatur tahapan sanksi kedisiplinan mulai dari pemanggilan secara tertulis oleh atasan langsung atau oleh Tim Pemeriksa, selanjutnya dilakukan pemeriksaaan secara tertutup yang hasilnya dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan, Pengumpulan Bukti dan Keterangan Saksi, apabila ditemukan pelanggaran dan kesalahan baru dapat dijatuhkan sanksi kedisplinan.
Sanksi yang dapat diberikan pun secara berjenjang mulai dari hukuman ringan, sedang dan berat. Salah satu sanksi dalam hukuman berat adalah pembebasan dari jabatan yang dapat disamakan dengan istilah saat ini yaitu Nonjob.
Hal ini dapat di artikan tindakan me-nonjob-kan ASN harus dihentikan karena bertentangan dengan UU Nomor 5 tahun 2014, tentang ASN jo PP No 11 tahun 2017 dan PP No 17 Tahun 2020 tentang manajemen ASN dan peraturan pelaksanaan lainnya, seperti Peraturan Kepala BKN Nomor 5 tahun 2019 tentang tata cara pelaksanaan mutasi.
Kalau seorang JPT di nonjobkan Pengaturan dengan alasan MPP ( Memasuki Masa Pensiun), maka hal tersebut tidak sesuai aturan sebab didalam aturan tidak ada yang menyebutkan bila JPT dapat dinonjobkan dengan alasan MPP, mengenai pensiun dapat kita lihat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU ASN”).
Jika mengacu kepada aturan di atas maka kuat dugaan Bupati Lambar menonjobkan Sekda dengan tidak mengacu kepada aturan tersebut terlebih hanya dilakukan secara lisan saja, sehingga menimbulkan kegaduhan di kalangan ASN Pemkab Lampung Barat dengan kuat dugaan adanya dualisme Sekda yang mempunyai SK Gubernur dan PLH SK Bupati.
Pasalnya Saat awak media mencoba Mengkonfirmasi Secara langsung”Dang Aan Dengan Sapaan Akrab Akmal Abdul Nasir Terkait Prihal Pencopotan Tersebut Beliau Membenarkan Bahwa Saya Di Panggil Oleh Pak Bupati Untuk Menghadap Kebetulan pada Saat Saya Masuk Keruangan Ada Pak Wakil Dan Pak Bupati meminta Saya Untuk Tidak Masuk lagi kekantor Mulai Tanggal 27 Desember 2021 kerena bupati sudah menyiapkan Plh sekda, selaku anak buah yang baik saya katakan siap pak bupati.
Akmal Abdul Ansir Juga Menuturkan”Saya Juga di minta oleh sekertaris Bkd Saudara budi irawan untuk menandatangani surat pengunduran diri dari sekda Saya dengan Tegas Mengakata tidak akan menandatangani surat itu kerena ini tanggung jawab saya kepada keluarga dan masyarakat Tapi jika bupati ingin memberhentikan Saya dari jabatan sekda itu hak beliau”.Jelasnya
lambar Memberhentikan Sekda Bertantangan Dengan UU ASN
Lampung Barat–Suryabangkit com–Beberapa hari ini ramai pemberitaan tentang pembwrhentian Sekda, hal ini menarik untuk kita pelajari bersama tentang UU ASN yang mengatur tentang tatacara dan mekanisme pengangkatan dan pemberhentian Pejabat ASN.
Jika mengacu kepada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, pengangkatan seseorang dan pemberhentian seorang ASN dari jabatan di lingkup pemerintah harus memenuhi ketentuan.
Berdasarkan PP Nomor 11 Tahun 2017, paragraf 5 Pemberhentian dan Jabatan Administrasi pasal 64, secara jelas aturan pemberhentian seorang ASN dari jabata
(1) PNS diberhentikan dari JA apabila:
a. mengundurkan diri dari Jabatan;
b. diberhentikan sementara sebagai PNS;
c. menjalani cuti di luar tanggungan negara;
d. menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan;
e. ditugaskan secara penuh di luar JA; atau
f. tidak memenuhi persyaratan Jabatan.
g. Perampingan struktur organisasi.
Tata Cara Pemberhentian dari Jabatan Administrasi, Pasal 65
(1) Pemberhentian dari JA diusulkan oleh Pegawai yang bersangkutan kepada PPK.
(2) PPK menetapkan keputusan pemberhentian dalam JA.Pasal 66
1) PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dapat memberikan kuasa kepada pejabat di lingkungannya untuk menetapkan pemberhentian dalam JA.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian kuasa dalam pemberhentian dari JA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Di kalangan pejabat pemerintahan, nonjob kepada seorang pejabat biasanya dilakukan oleh Kepala Daerah dengan berbagai alasan, seperti kinerja yang kurang baik, melakukan kesalahan, bahkan tidak menutup kemungkinan ada pula yang menduga banyaknya kejadian nonjob atas dasar tendensi politis.
Lantas, bagaimana sebenarnya mekanisme proses pemberian nonjob kepada seorang pejabat oleh kepala daerah ?
Nonjob ini dapat dikatakan penurunan jabatan dan masuk dalam kategori hukuman berat, dalam ketentuan tersebut, seorang PNS dapat diputuskan non job dengan syarat apabila ASN tersebut mengundurkan diri dari jabatannya, mencapai batas usia pensiun, diberhentikan dari ASN, diangkat dalam jabatan struktural lainnya, cuti diluar tanggungan negara, tugas belajar lebih dari enam bulan, adanya perampingan struktur/organisasi satuan kerja, dan tidak sehat jasmani dan rohani.
Adapun terkait pemberian nonjob kepada pejabat oleh Kepala Daerah selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) harus memiliki dasar yang kuat sesuai aturan, karena Proses nonjob atau pembebasan jabatan terhadap pejabat telah diatur mekanisme dan prosesnya dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administratif Pemerintahan.
Memang menonjobkan pejabatnya itu kewenangan Kepala Daerah, tapi kewenangan itu dibatasi oleh UU 30/2014 itu yang artinya ada mekanisme dan tatacara nya sehingga tidak melanggar aturan yang ada.
Dan untuk pemberhentian itu disebabkan oleh tidak produktif dalam hal kinerja, melampaui kewenangan, atau tidak menjalankan kewenangan, atau melakukan kesalahan yang fatal, hasil dari pemeriksaan dan temuan hal Ini bisa jadi dasar kepala daerah untuk menonjobkan pejabatnya dan menentukan jenis pelanggarannya kategori ringan, sedang atau berat.
Lebih lanjut, dalam Ketentuan Hukum Disiplin Pegawai sebagaimana di atur dalam Pasal 8 Ayat 1 huruf C PP No. 94 Tahun 2021,
Ketentuan tersebut mengatur tahapan sanksi kedisiplinan mulai dari pemanggilan secara tertulis oleh atasan langsung atau oleh Tim Pemeriksa, selanjutnya dilakukan pemeriksaaan secara tertutup yang hasilnya dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan, Pengumpulan Bukti dan Keterangan Saksi, apabila ditemukan pelanggaran dan kesalahan baru dapat dijatuhkan sanksi kedisplinan.
Sanksi yang dapat diberikan pun secara berjenjang mulai dari hukuman ringan, sedang dan berat. Salah satu sanksi dalam hukuman berat adalah pembebasan dari jabatan yang dapat disamakan dengan istilah saat ini yaitu Nonjob.
Hal ini dapat di artikan tindakan me-nonjob-kan ASN harus dihentikan karena bertentangan dengan UU Nomor 5 tahun 2014, tentang ASN jo PP No 11 tahun 2017 dan PP No 17 Tahun 2020 tentang manajemen ASN dan peraturan pelaksanaan lainnya, seperti Peraturan Kepala BKN Nomor 5 tahun 2019 tentang tata cara pelaksanaan mutasi.
Kalau seorang JPT di nonjobkan Pengaturan dengan alasan MPP ( Memasuki Masa Pensiun), maka hal tersebut tidak sesuai aturan sebab didalam aturan tidak ada yang menyebutkan bila JPT dapat dinonjobkan dengan alasan MPP, mengenai pensiun dapat kita lihat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU ASN”).
Jika mengacu kepada aturan di atas maka kuat dugaan Bupati Lambar menonjobkan Sekda dengan tidak mengacu kepada aturan tersebut terlebih hanya dilakukan secara lisan saja, sehingga menimbulkan kegaduhan di kalangan ASN Pemkab Lampung Barat dengan kuat dugaan adanya dualisme Sekda yang mempunyai SK Gubernur dan PLH SK Bupati.
Pasalnya Saat awak media mencoba Mengkonfirmasi Secara langsung”Dang Aan Dengan Sapaan Akrab Akmal Abdul Nasir Terkait Prihal Pencopotan Tersebut Beliau Membenarkan Bahwa Saya Di Panggil Oleh Pak Bupati Untuk Menghadap Kebetulan pada Saat Saya Masuk Keruangan Ada Pak Wakil Dan Pak Bupati meminta Saya Untuk Tidak Masuk lagi kekantor Mulai Tanggal 27 Desember 2021 kerena bupati sudah menyiapkan Plh sekda, selaku anak buah yang baik saya katakan siap pak bupati.
Akmal Abdul Ansir Juga Menuturkan”Saya Juga di minta oleh sekertaris Bkd Saudara budi irawan untuk menandatangani surat pengunduran diri dari sekda Saya dengan Tegas Mengakata tidak akan menandatangani surat itu kerena ini tanggung jawab saya kepada keluarga dan masyarakat Tapi jika bupati ingin memberhentikan Saya dari jabatan sekda itu hak beliau”.Jelasnya(candra)